BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam litasan sejarah penyelenggaraan
pemerintah pusat maupun daerah di- Indonesia, faktor kepemimpinan selalu
merupakan faktor kunci yang berperan besar
dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan pemerintahan. Perubahan lingkungan
yang terjadi baik di tingkat global, nasional maupun daerah perlu diantisipasi
dan dihadapi oleh setiap pemimpin
daerah dengan responsif dan adapatif.
Kepemimpinan menjadi kunci bagi bangsa
ini untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa. Jabatan pemimpin merupakan satu jabatan yang amat
strategis dalam menunjang proses dan hasil kinerja organisasi secara
keseluruhan. Pemimpin merupakan gerbang awal
sekaligus akhir sebagai representasi kondisi dan kinerja organisasi. Hal
ini mengandung makna bahwa kinerja
seorang pemimpin akan banyak memberikan
pengaruh yang cukup bermakna bagi perwujudan kinerja organisasi secara
efektif.
Secara faktual maupun teoritis menunjukkan
bahwa pemimpin merupakan faktor utama untuk mendayagunakan sumber daya organisasi
dan lingkungannya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Pemimpin menggerakkan,
mengendalikan roda organisasi termasuk orang-orang yang di bawah bimbingannya.
Suatu perubahan, reformasi atau inovasi juga harus dimulai dari pemimpin, tanpa
political will dan political action pemimpin suatu perubahan, reformasi atau inovasi mustahil dapat
dijalankan.
Sementara itu demokrasi merupakan bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara
untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani
(dēmokratía) "kekuasaan rakyat", yang dibentuk dari kata (dêmos)
"rakyat" dan (Kratos) "kekuasaan", merujuk pada
sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada
tahun 508 SM Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan,
yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang
banyak (rakyat). Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburgnya mendefinisikan demokrasi sebagai
"pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Hal ini
berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan
rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur
kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.
Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan
negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat
sosialis. Bagi Gus Dur, landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang
kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang
bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia inginkan. Masalah
keadilan menjadi penting, dalam arti setiap orang mempunyai hak untuk
menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi hak tersebut harus dihormati dan
diberikan peluang serta pertolongan untuk mencapai hal tersebut.
Sejak dua dekade terakhir dunia menyaksikan
perkembangan yang luar biasa dalam demokrasi. Tahun 1972 jumlah negara yang
mengadopsi sistem politik demokrasi telah meningkat lebih dari dua kali lipat,
dari 44 negara menjadi 107. Dari jumlah
187 jumlah negara di dunia, lebih dari 58 persen diantaranya mengadopsi
pemerintahan demokratis, masing-masing dengan variasi sistem politik tertentu.
Kecenderungan ini menguat terutam setelah jatuhnya pemerintahan komunis diakhir
tahun 80-an dan karenanya telah menjadikan demokrasi sebagai satu-satunya alternatif
yang sah terhadap berbagai bentuk regim otoritarian.
Secara konseptual, pembangunan demokrasi
di Indonesia tidak lagi dilihat sebagai hasil dari tingkat moderenisasi yang
lebih tinggi sebagaimana ditunjukan melalui indikator-indikator kemakmuran, struktur
kelas borjuasi, dan independensi ekonomi dari aktor-aktor eksternal. Melainkan
lebih dilihat sebagai hasil dari interaksi dan pengaturan-pengaturan strategis
di antara para elit, pilihan-pilihan umum dan kepartaian. Pemikiran ini
didasarkan pada argumentasi sentral bahwa pengalaman barat tentang demokrasi
tidak akan diulang dengan arah yang sama di negara-negara sedang berkembang.
Dari data tulisan yang telah penulis
sajikan diatas, maka penulis berinisiatif untuk meneliti tentang pandangan
masyarakat Indonesia mengenai makna pemimpin demokratis.
B.
Perumusan
Masalah.
Berdasarkan data yang penulis paparkan
diatas, maka penulis bermaksud meneliti tentang makna menjadi pemimpin demokratis
bagi masyarakat Indonesia, dengan
rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
a. Bagaimana mewujudkan pemimpin yang
demokratis bagi masyarakat Indonesia?
C.
Tujuan dan manfaat penelitian
a.
Tujuan
Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kepemimpinan yang
demokratis bagi masyarakat Indonesia
dalam suatu bentuk pemerintahan.
b.
Manfaat
Manfaat dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Teoritis
Penelitian ini dapat
menambah wawasan Ilmu Pengetahuan dibidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Politik,
khususnya yang berkenan dengan teori kepemimpinan demokratis.
2. Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi para
elite politik(pemimpin) di negeri ini dalam
mensukseskan penyelenggaraan demokrasi.
D.
Studi terdahulu
Dari
beberapa literature yang dibaca oleh Penulis, ada beberapa literature yang
terkait dengan judul yang penulis teliti makna pemimpin demokratis bagi
masyarakat Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Materi: Kepemimpinan Pemerintahan
Daerah yang di tulis oleh Moh. Ma’ruf SE, 2006.
b. Buku yang berjudul Politik dan
pemerintahan Indonesia yang ditulis oleh Andy Rames M, La Bakry, Masyarakat
Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) 2009.
Tabel 1.1
Peta studi
terdahulu tentang makna pemimpin demokratis bagi masyarakat Indonesia.
No.
|
Kategori
|
Penulis dan judul
|
Substansi
|
1.
|
Peran pemimpin dalam suatu pemerintahan demokrasi.
|
Kepemimpinan
Pemerintahan Daerah yang di tulis oleh Moh. Ma’ruf SE, 2006.
|
Menjelaskan tentang kepemimpinan dalam mewujudkan tujuan
penyelenggaraan pemerintahan guna
mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
|
2.
|
Demokrasi dalam suatu pemerintahan
|
Politik dan pemerintahan Indonesia Rames M, La Bakry, MIPI
2009
|
Berisi tentang makna demokrasi dalam sebuah sistem
pemerintahan demi terlaksananya kepemimpinanan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat.
|
E.
Kerangka teori
Terkait dengan judul proposal yang penulis ambil, maka
penulis dapat mengurai beberapa teori Kepemimpinan yang Demokratis yaitu
sebagai berikut:
1.
TEORI
KEPEMIMPINAN
Salah satu teori kepemimpinan
adalah “Trait Theory”
yang mengidentifikasi karakteristik yang menentukan kepemimpinan yang baik.
Karakteristik tersebut bisa mencakup kepribadian, dominasi dan kehadiran
pribadi, karisma, kepercayaan diri, pencapaian atau prestasi, atau bisa juga
kemampuan untuk memformulasikan visi dengan jelas. Salah satu diskusi yang
menarik dari teori ini adalah apakah karakteristik seorang pemimpin tersebut
bias gender, misalnya apakah pemimpin itu harus pria, atau sebaliknya, apakah
wanita bisa menjadi pemimpin. Pertanyaan lainnya, apakah karakteristik tersebut
menjamin bahwa seseorang akan menjadi pemimpin yang baik, apakah seorang
pemimpin itu sebatas membuat perubahan saja, serta apakah pemimpin itu
dilahirkan atau diciptakan.
Teori yang kedua adalah
“Behavioural Theory“ yang secara tersirat menyatakan bahwa seorang pemimpin itu
bisa dilatih, yaitu dengan memusatkan pada cara melakukan sesuatu, misalnya
tugas, pekerjaan, dan berbagai aktivitas lainnya. Dengan penguasaan cara
tersebut maka seseorang bisa mempunyai kemampuan lebih dari orang lain.
Akhirnya, orang lain pun bisa mengikuti apa yang anda lakukan. Akhirnya orang
yang mempunyai penguasaan tersebut menjadi seorang pemimpin. Fokus itu sendiri
terdiri dari dua, yaitu pemimpin fokus terhadap kelembagaan dari pekerjaan
secara terstuktur, atau membangun hubungan (relationship) yang berfokus pada
proses. Jadi bisa saja ada pemimpin yang lebih mementingkan pekerjaan (walaupun
mungkin relasi dengan bawahannya buruk), namun ada juga pemimpin yang lebih
menitikberatkan pada relasi yang baik dengan bawahannya dibanding hasil akhir
atau tujuan organisasi. Pertanyaan yang manarik adalah, adakah pemimpin yang
dapat meraih keduanya, yakni pekerjaan sukses dibarengi dengan relasi yang
harmonis dengan bawahan.
Teori yang ketiga adalah
“Contingency Theory” Menurut
teori ini, kepemimpinan bersifat luwes atau fleksibel. Gaya kepemimpinan yang
berbeda bisa diterapkan pada waktu yang berbeda tergantung lingkungannya.
Dengan demikian, kepemimpinan bukanlah sekumpulan karakteristik yang dapat
dialihkan begitu saja dalam konteks yang berbeda. Intinya, seseorang mungkin
bisa menjadi otoriter pada lingkungan tertentu, namun berubah menjadi pemimpin
yang demokratis pada lingkungan yang lain. Sebagai contoh kasus, apakah seorang
bapak rumah tangga akan mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda antara di
rumah atau di lingkungan rumahnya dibandingkan ketika menjadi seorang manajer
di sebuah perusahaan. Jadi gaya kepemimpinan tersebut bisa berubah tergantung
tipe bawahan, sejarah organisasi atau bisnisnya, budaya perusahaan, kualitas
hubungan, wujud perubahan yang diinginkan, serta norma-norma yang dianut di
perusahaan.
Itulah tiga teori yang sering
dikutip ketika mempelajari kepemimpinan. Ada teori-teori lainnya seperti “Transformational Theory“ yang lebih melihat pengaruh besar
seorang pemimpin terhadap organisasi dalam konteks rencana strategis yang
dimensi waktunya relatif panjang. Ada
juga “Invitational Leadership Theory“
yang lebih menekankan peran pemimpin dalam menciptakan atmosifir atau kondisi
perusahaan yang kondusif. Hal-hal kurang produktif atau kesalahan berusaha
diidentifikasi dan dihilangkan sehingga bisa tercipta proses internal yang
baik, serta membangun komunikasi dengan pihak eksternal. Teori terakhir adalah ‘Transactional Theory“ yang lebih melihat bagaimana seorang
pemimpin sangat fokus ke organisasi, termasuk dengan mematuhi semua prosedur,
pedoman, dan kontrak yang berlaku dan mengikat dirinya atau perusahaannya.
Gaya kepemimpinan itu sendiri bisa dipengaruhi oleh banyak
faktor, misalnya resiko atas pengambilan keputusan. Contohnya, gaya
kepemimpinan formal dalam organisasi bisnis bisa saja berbeda dengan gaya
kepemimpinan informal di lingkungan masyarakat. Atau contoh lain, gaya
kepemimpinan seorang Supervisor bisa saja berbeda dengan Managing Diretor yang
resiko keputusannya lebih tinggi karena menyangkut nasib atau masa depan
perusahaan. Faktor-faktor lainnya adalah jenis bisnis, seberapa penting
memandang perubahan, budaya perusahaan atau organisasi, serta karakteristik
tugas. Mungkin kita pun tertarik dengan gaya kepemimpinan di perguruan tinggi
kedinasan (IPDN, dll), PTN, atau PTS, dibandingkan dengan organisasi bisnis
atau partai politik. Gaya pemimpin bisnis outsourcing mungkin berbeda pula
dengan pemimpin bisnis franchasing.
1. Pemimpin (Leadership)
Berikut definisi
pemimpin menurut para ahli dan dalam beberapa kamus modern diantaranya :
a) Ahmad Rusli dalam kertas kerjanya
Pemimpin Dalam Kepimpinan
Pendidikan(1999),
Menyatakan pemimpin adalah individu manusia yang diamanahkan memimpin subordinat (pengikutnya) ke arah mencapai matlamat yang ditetapkan.
Menyatakan pemimpin adalah individu manusia yang diamanahkan memimpin subordinat (pengikutnya) ke arah mencapai matlamat yang ditetapkan.
b) Miftha Thoha dalam bukunya Prilaku Organisasi (1983 : 255),
Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.
Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.
c) Kartin kartono (1994 : 33),
Pemimpin adalah
seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan
kclebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk
bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau
beberapa tujuan.
d)
C.N. Cooley (1902),
Pemimpin itu selalu merupakan titik pusat dari suatu kecenderungan, dan pada kesempatan lain, semua gerakan sosial kalau diamati secara cermat akan akan ditemukan kecenderungan yang memiliki titik pusat.
Pemimpin itu selalu merupakan titik pusat dari suatu kecenderungan, dan pada kesempatan lain, semua gerakan sosial kalau diamati secara cermat akan akan ditemukan kecenderungan yang memiliki titik pusat.
e)
Henry Pratt Faiechild dalam
Kartini Kartono (1994 : 33)
Pemimpin dalam pengertian ialah seorang yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan dan posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/ penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya pengikutnya.
Pemimpin dalam pengertian ialah seorang yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan dan posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/ penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya pengikutnya.
f)
Sam Walton,
Pemimpin besar akan berusaha menanamkan rasa percaya diri pada para pendukung. Jika orang memiliki percaya diri tinggi, maka kita akan terkejut pada hasil luar biasa yang akan mereka raih.
Pemimpin besar akan berusaha menanamkan rasa percaya diri pada para pendukung. Jika orang memiliki percaya diri tinggi, maka kita akan terkejut pada hasil luar biasa yang akan mereka raih.
g)
Ahmad Rusli dalam kertas kerjanya
Pemimpin Dalam Kepimpinan Pendidikan (1999), pemimpin adalah individu manusia yang diamanahkan memimpin subordinat
(pengikutnya) ke arah mencapai matlamat yang ditetapkan.
Kita
dapat saja berbeda dari beberapa pandangan di atas dalam memaknai konsep
pemimpin, namun yang dapat penulis simpulkan bahwa dari rumusan diatas secara
umum, pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi
individu dan/atau sekelompok orang lain untuk bekerja sama mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
1. Kepemimpinan sebagai PROSES
Kepemimpinan adalah
“suatu proses yang kompleks dimana seseorang mempengaruhi orang-orang lain
untuk menunaikan suatu misi, tugas, atau tujuan dan mengarahkan organisasi yang
membuatnya lebih kohesif dan koheren." Mereka yang memegang jabatan
sebagai pemimpin menerapkan seluruh atribut kepemimpinannya (keyakinan,
nilai-nilai, etika, karakter, pengetahuan, dan ketrampilan). Jadi seorang
pemimpin berbeda dari majikan, dan berbeda dari manajer. Seorang pemimpin
menjadikan orang-orang ingin mencapai tujuan dan sasaran yang tinggi, sedangkan
seorang majikan menyuruh orang-orang untuk menunaikan suatu tugas atau mencapai
tujuan. Seorang pemimpin melakukan hal-hal yang benar, sedangkan seorang
manajer melakukan hal-hal dengan benar (Leaders do right things, managers do
everything right).
2. Kepemimpinan sebagai SENI
(a) Kepemimpinan ialah "seni bekerja (tahu, mau, dan
aktifbekerja) bersama dan melalui orang lain."
(b) Kepemimpinan ialah "seni pemenuhan kebutuhan
orangyang dipimpin dalam melaksanakan pekerjaanmencapai tujuan bersama.”
(c) Kepemimpinan ialah "seni penggalangan
yangdiwujudkan melalui kemampuan memadukangagasan, orang, benda, waktu, dan
iman, untuk(melaksanakan pekerjaan/tugas) mencapai sasaranyang telah ditetapkan
sebelumnya."
1.
TIPE KEPEMIMPINAN
a. Tipe otokratik
Semua
ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa
pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang
negatif.Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah
seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan
sikap yang menonjolkan “keakuannya”,
b.
Tipe Laissez Faire
Pemimpin
ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan
sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah
dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa
yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota
dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi
c.
Tipe Paternalistik
Tipe
pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat
tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masuarakat
tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota
masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti ini
kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tiokoh-toko adat,
para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan.
d.Tipe
Kepemimpinan Militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik ini
sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe
kepemimpinan militeristik adalah:
(1)
lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter,
kaku dan seringkali kurang bijaksana,
(2)
menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan,
(3)
sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan,
(4)
menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya,
(5)
tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya,
(6)
komunikasi hanya berlangsung searah.
e.Tipe
Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi
pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya.
Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa
tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan
kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak
pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai
potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia
mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu
memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan
kondisi yang tepat.
2.
Teori Demokrasi
Demokrasi
dalam sejarah peradaban dianggap sudah mulai muncul sejak zaman Yunani Kuno.
Capaian praktis dari pemikiran Demokrasi Yunani adalah munculnya apa yang disebut
“negara kota (Polis)”. Polis adalah bentuk demokrasi pertama. Pericles dalam
bukunya yanng terkenal, Funeral Oration, menyatakan
bahwa pemerintah Athena disebut demokrasi karena administrasinya berada
ditangan banyak pihak. Demikian pula ahli drama Aeschylus dengan bangga
berkesimpulan bahwa tidak ada pemerintah di Athena karena rakyat adalah
pemerintah.
Demokrasi
berasal dari kata-kata latin demos (rakyat)
dan kratos (pemerintah), selalu
diartikan sebagai pemerintah dari, oleh, dan untuk rakyat. Istilah demokratia mulai dipakai Athena sekitar
pertengahan abad ke-5 M. Istilah ini mungkin telah menggantikan
ungkapan-ungkapan yang lama yang menyangkut iso
atau “sama”, seperti yang terdapat dalam isonomia
atau persamaan di depan hukum. Kata-kata demokratia
mungkin telah diciptakan oleh para pengkritik konstitusi Athena. Jika
demikian keadaannya, kata-kata demokratia
mempunyai pengertian yang tidak baik. Sebelumnya pada abad ke-7 dan ke-6 SM, demos mungkin tidak mencakup
massarakyat. Namun, setelah pertengahan abad ke-5 SM, demokratia tampaknya telah digunakan pada umumnya dengan pengertian
yang telah dimilikinya sampai sekrang ini, yaitu dengan pengertian “
pemerintahan oleh rakyat”.
1. Demokrasi Di Indonesia
Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar
1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam
mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana
MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki
seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme
perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi
singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu
bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi
terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi
Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan
Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika
pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi
Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi
Indonesia-Perjuangan sebagai pemenang Pemilu.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga
kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan
dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam
peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis
lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah
lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan
melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat
(DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan
legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat
atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat
yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum
legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau
hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh
melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti
oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara
sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara
berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya
kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung,
tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau
anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai
negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung
presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun
perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering
dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian
masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem
pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun
seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa
hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara
demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur
tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal,
narapidana atau bekas narapidana).
2. Demokrasi Liberal
Demokrasi
liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi
secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.
Dalam demokrasi liberal,
keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung)
diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk
pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan
dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.
Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad
Pencerahan oleh penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John
Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah demokrasi
liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman
sekarang demokrasi konstitusional umumnya dibanding-bandingkan dengan demokrasi
langsung atau demokrasi partisipasi.
Demokrasi liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik
dan demokrasi barat di Amerika Serikat, Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang
dipakai dapat berupa republik (Amerika Serikat, India, Perancis) atau monarki
konstitusional (Britania Raya, Spanyol). Demokrasi liberal dipakai oleh negara
yang menganut sistem presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem
Westminster: Britania Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem
semipresidensial (Perancis).
R. William Liddle "Sistem Demokrasi Liberal Sesuai Keinginan Masyarakat Indonesia"
Eksperimentasi liberalisme pada ranah praktik politik dan
ekonomi di Indonesia, tak pernah sepi dari kritik. Liberalisme dengan bentuk
pemerintahan demokrasi bagi sementara kalangan dianggap gagal dalam membawa
masyarakat Indonesia menuju kesejahteraan. Bagaimana pendapat pengamat politik
terhadap perkembangan liberalisme di Indonesia? Untuk mengetahuinya, beberapa
waktu lalu Moh. Hanifudin Mahfuds dari Jurnal Institut mewawancarai
indonesianis yang juga Profesor Ilmu Politik pada The Ohio State University
Amerika Serikat, R. William Liddle melalui surat elektronik. Berikut
petikannya.
F. Metode Penelitian
1) Jenis Penelitian
Pada
penelitian ini, penyusun mengunakan jenis penelitian Kualitatif deskriptif.
Dimana penelitian Kualitatif ini didefinisikan sebagai penelitian yang
dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll., secara holistik dan
dengan cara diskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.
2) Teknik
Pengumpulan Data
Metode teknik penelitian yang dipakai
dalam pengumpulan data adalah :
a.
Observasi
Adalah melakukan
pengamatan dan pencatatan baik secara langsung maupun tidak secara langsung
terhadap objek penelitian untuk memperlukan data-data yang diperlukan baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitian.
b.
Wawancara
Upaya untuk mendapatkan
informasi yang dibutuhkan dengan cara bertanya secara langsung kepada
masyarakat, dengan mengunakan daftar pertanyaan.
c.
Dokumentasi
Teknik dokumenter
digunakan untuk mendapatkan data sekunder yaitu dengan mengunakan data yang
diperoleh dari catatan-catatan, buku, arsip-arsip, dan dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan penelitian ini dan diharapkan dapat menjadi pelengkap dalam
menganalisa permasalahan dalam penelitian ini.
3) Unit
Analisis Data
Yang menjadi
unit analisis data dalam penelitian ini adalah :
a. Masyarakat
di sekeliling penulis berada,
b. Mahasiswa
UMY dan kerabat serta rekan penulis.
4) Teknik
Analisis Data
Dalam penelitian
kualitatif cenderung mengumpulkan data yang banyak tetapi tidak kepada
penalaran teori. Data yang digunakan adalah data-data yang tersedia, yang
berupa data dokumentasi dan hasil wawancara dengan sumber yang telah dipilih.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif.
Untuk menunjukkan
gambaran situasi secara sistematis mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan fenomena yang sedang diteliti tanpa menggunakan perhitungan statis. Jadi
dengan metode analisis data yang digunakan, maka diharapkan memperoleh gambaran
secara diskriptif tentang aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian sehingga
dapat memberikan jawaban atas masalah yang akan diteliti, yang selanjutnya data
tersebut dapat di analisis dan di interpretasikan kebenarannya. Secara urut
peroses pengumpulan data dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Menelaah
setiap data yang tersedia dari berbagai sumber wawancara ataupun setudi pustaka
2) Setelah
data ditelaah, data yang ada kemudian disusun kedalam satuan-satuan yang di
kategorikan
3) Data
disajikan secara tertulis berdasarkan kasus factual yang berkaitan
4) Langkah
terakhir yang dilakukan yaitu menganalisis data yang ada dan memahaminya untuk
menghasilkan kesimpulan sekaligus rekomendasi.
Daftar Pustaka:
1.
Kepemimpinan Pemerintahan Daerah yang di tulis oleh Moh.
Ma’ruf SE, 2006.
2.
Politik dan pemerintahan Indonesia Rames M,
La Bakry, MIPI 2009
3.
Pengantar
ilmu politik/ Abu Bakar Ebyhara- Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010
4. http://septianhputro.wordpress.com/2011/12/26/yipe-kepemimpinan/
TUGAS PROPOSAL ANALISA KUALITATIF
“MAKNA PEMIMPIN DEMOKRATIS BAGI
MASYARAKAT INDONESIA”
Dosen Pengampu: Drs. Suswanta Ms.i
Dususun oleh:
RISWANDI SURAABE WALLI 20100520077
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012